Jumat, 06 Desember 2013

Malangnya Petani Kangkung (Unfortunately Watercress Farmers)

Kemarin sore sepulang kerja, saya dan suami melewati warung sayur di dekat lokasi rurmah. Saya melihat sore itu sayur kangkung (Ipomoea aquatica) baru saja datang sehingga warnanya yang cerah dan segar membuat saya ingin segera membelinya. Setelah kami tiba di rumah, kami membersihkan diri, bersiap untuk menjemput putri kecil kami yang kami titipkan di rumah kakek neneknya sekalian berbelanja kangkung untuk dimasak esok pagi sebagai cah kangkung saus tiram.

Saya beli 3 (tiga) ikat kangkung segar seharga hanya Rp 2.000,- (Dua Ribu Rupiah). Jika beli 1 (satu) atau 2 (dua) ikat maka harganya  Rp 1.000/ikat. Harga yang sangat murah dan menurut saya tidak cocok sekali untuk kangkung dengan gizi yang banyak dan kerja keras petani kangkung. Pastinya dari petani akan dihargai Rp 500,- per ikat. Mungkin kebanyakan orang akan senang sekali dengan harga sayur-mayur yang murah meriah seperti itu. Begitu pula saya, saya akan bergembira dan senang hati jika harga sayur-mayur di pasaran sangat murah. Itu sebelum saya menyadari, bahwa untuk mendapatkan satu ikat kangkung butuh proses. Mulai dari menggemburkan tanah, menanam kangkung/menyebarkan benih kangkung, harus membunuh hama (jika kena hama), memberi pupuk, memanen, mengikat, dan menjual ke para pedagang besar atau ecer. Badan harus berpanas dan basah karena keringat.

Saya membayangkan seandainya, petani kangkung ada yang mewadahi supaya bisa menentukan harga kangkung yang sesuai dengan jerih payah dan kerja kerasnya betapa sejahtera petani kangkung. Saya ulangi lagi, Rp 500,- (lima ratus rupiah) per ikat untuk apa nilai yang sangat kecil. Orang pasti akan mengatakan, "Ah, petaninya kan panen banyak kalau sawah atau ladangnya hektaran, pasti dia gak akan rugi." Menurut saya itu adalah pikiran orang serakah alias tidak mau berbagi rezeki. Walau seandainya yang mengatakan hal tersebut yang menjadi petani, pasti dia tidak akan pernah mau. Namun, apa daya para petani kangkung harus mengikuti harga pasar karena mereka juga takut jika kangkung dihargai mahal, maka mereka takut tidak laku dan akhirnya busuk dan merugi besar.


Kita bisa melihat contoh di negara China (kebetulan saya kerja di perusahaan impor hortikultura), para petani di sana bisa hidup sejahtera dari hasil pertanian yang diekspor ke beberapa negara termasuk di Indonesia. Hal itu pasti ada peran serta pemerintah.

Seharusnya, pemerintah membantu para petani kita supaya lebih sejahtera dan dihargai hasil kerasnya. Lebih bagus lagi jika dibuatkan aturan baru untuk menentukan harga dasar yang jelas untuk petani sehingga saat dijual ke pedagang harganya sudah sesuai dan bisa menyejahterakan petani. Di Indonesia terbalik karena yang menentukan harga dasar pasti si para pedagang yang selalu ingin untung besar. Sedangkan para petaninya sekarat.

Tapi apa daya bagi saya, saya hanya rakyat biasa yang tidak punya hak untuk menentukan harga maupun membuat aturan baru supaya para petani kita tidak diakali oleh pihak-pihak yang ingin diuntungkan. Bagi saya hanya berdoa supaya suatu saat ada perubahan yang jelas memihak para petani di Indonesia. Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar